Setelah
65 tahun merdeka, Indonesia
belum mampu meraih kejayaan ekonomi. Sumber daya alam yang sangat melimpah
belum mampu menolong bangsa kita keluar dari kerterpurukan. Ketika
bangsa-bangsa lain di dunia berpacu dalam prestasi, berbicara tentang pasar yang
lebih luas, berlomba dalam teknologi, bangsa kita masih sibuk dengan
persoalan-persoalan fundamental.
Bangsa
Indonesia
masih berjuang untuk merdeka dari belenggu kemiskinan, mengatasi hutang luar
negeri yang semakin hari semakin melumpuhkan, keluar dari tatanan kehidupan
yang tidak lagi percaya kepada kebaikan. Korupsi yang membuat frustasi anak
bangsa, sumber daya alam yang terus menguap setiap hari, bahkan jumlah penduduk
237 juta jiwa pada hari ini tidak menjadi kekuatan untuk membangun ekonomi
bangsa sendiri namun justru telah menjadi strategi bangsa lain dalam membangun
ekonomi mereka.
Mengapa
begitu banyak bangsa-bangsa di dunia yang berhasil meraih kejayaannya sementara
Indonesia
masih terus terpuruk? Mengapa Indonesia
bahkan tidak mampu bersiang dengan negeri tetangga yang jauh lebih kecil dari Indonesia ?
Sebagai bangsa terbesar ke- 4 dunia, Indonesia hari ini hidup dalam serba
keterbatasan, kemiskinan yang tidak hanya menimpa kehidupan masyarakat kalangan
bawah namun juga merangsek ke seluruh lapisan dan institusi penyelenggara
negara, termasuk institusi pendidikan, bahkan pertahanan negara diwarnai
kesempitan anggaran yang sangat serius. Di negeri kita pengangguran meluas ke
berbagai lapisan bahkan menimpa mereka yang berpendidikan tinggi. Banyak
anak-anak bangsa yang terpaksa mencari pekerjaan ke luar karena sulitanya
mencari penghidupan di negeri sendiri. Di sisi lain perlindungan terhadap anak
bangsa tidak bisa diharapkan oleh anak bangsa yang membutuhkannya, jaminan
sosial untuk warga miskin dan manula tidak mampu diberikan oleh negara,
pembangunan ekonomi jalan di tempat, bangsa ini setiap hari disibukkan oleh
peristiwa-peristiwa korupsi yang memilukan, sementara hukum hanya bisa
diterapkan secara efektif jika menimpa kalangan masyarakat bawah. Keburukan
perilaku meluas dan menghiasi keseharian bangsa kita.
Hari
ini kita menghadapi kenyataan bahwa 80% pasar tekstil telah dikuasai asing, 80%
pasar farmasi juga sudah asing, 92% industri teknologi yang hampir seluruhnya
dikuasai oleh asing telah menunjukkan bahwa kita tidak berbuat sesuatu yang
semestinya di negeri kita sendiri. Lihatlah produk yang kita gunakan sehar-hari
yang ada di kamar mandi, di dapur, di ruang tamu, di jalan-jalan bahkan mainan
anak-anak kita, buah-buahan, makanan pokok tanpa kita sadari ternyata semuanya
telah didomonasi oleh produk-produk asing.
Anak-anak
bangsa sendiri semakin sulit berusaha di negeri sendiri, menjual menjadi
sesuatu yang sulit dilakukan oleh bangsa sendiri di negeri sendiri karena
kuatnya dominasi pemain asing, para pengusaha berguguran setiap hari. Tak cukup
sampai di situ, diterapkannya pasar bebas untuk produk China (ACFTA), Jepang,
Australia dan negara lain dimana Indonesia membebaskan bea masuk produk asing
ke Indonesia di tengah lemahnya sektor swasta milik bangsa Indonesia telah
membuat industri hingga home industri di negeri kita berguguran semakin
cepat.
Produk
bangsa kita bukan tuan rumah di negeri sendiri, produk asing yang telah menjadi
tuan rumah di negeri kita. Jika sebelum tahun 1945 kita tidak menguasai tanah
air kita, hari ini ternyata kita tidak menguasai kehidupan kita. Bangsa Indonesia harus
segera berubah dan berbuat sesuatu, meraih kejayaan ekonomi dan membangkitkan
kembali karakter unggul bangsa kita. Kejayaan ekonomi Indonesia ada
di tangan kita sendiri, kita harus mengambil pasar di negeri kita untuk
dijadikan sebagai kekuatan bangsa kita membangun kejayaan ekonomi! Jika
sebelumnya kita tidak terlalu peduli produk apa yang harus dibeli, hari ini
kita harus peduli bahwa hanya produk bangsa Indonesia
yang akan mengantarkan Indonesia
meraih kejayaan ekonomi. Produk asing artinya adalah ekonomi asing, bukan
ekonomi Indonesia .
Bangsa asing memiliki nasionalisme sendiri, ekonomi mereka sendiri dan Indonesia bukan
nasionalisme mereka. "Nasib bangsa Indonesia tidak akan kemana-mana
jika bangsa kita tidak melakukan pembelaan terhadap produk-produk bangsanya
sendiri," demikian yang dikatakan oleh Ir.H. Heppy Trenggono Mkomp,
Presiden Indonesian Islamic Business Forum (IIBF) di depan 513 pengusaha dari
42 kota di Indonesia tanggal 27 Februari 2011.
Melakukan
pembelaan adalah membangkitkan karakter unggul bangsa Indonesia, karakter yang
lahir dari kesadaran jati diri kita sebagai bangsa Indonesia, bangsa yang yakin
kepada Allah SWT, yakin bahwa masa depan ada di tangan kita sendiri, yakin
bahwa kejayaan akan kita raih sebagaimana telah diraih oleh bangsa-bangsa besar
lainnya di dunia. Bangsa Indonesia
menemukan kembali karakter unggulnya apabila tumbuh kesadaran tentang jati
dirinya, memiliki keyakinan sebagai bangsa besar, dan jelas apa yang
dibela.
Tahun
ini, tepat 100 tahun lahirnya SDI (Syarikat Dagang Islam) di Solo tahun 1911
yang dipelopori oleh H. Samanhudi sebagai tonggak kebangkitan ekonomi bangsa.
Kongres Kebangkitan Ekonomi Indonesia (KKEI) lahir sebagai bentuk kesadaran
bangsa Indonesia
untuk berubah. Gerakan yang dipelopori oleh pengusaha dan ulama ini terus
mendapat dukungan dari berbagai komponen bangsa, termasuk para walikota,
mahasiswa, dan elemen masyarakat dari berbagai komunitas, lintas agama dan
lintas organisasi.
KKEI
adalah sebuah penyatuan visi membangun kejayaan ekonomi Indonesia , melalui sebuah gerakan yang disebut
"Beli Indonesia ".
Gerakan Beli Indonesia
membangkitkan 3 sikap perjuangan bangsa yaitu Membeli produk Indonesia , Membela Bangsa Indonesia dan
Menghidupkan Semangat Persaudaraan.
Kongres
ini bertujuan mengajak para pemimpiin, ulama, tokoh masyarakat dan para
pengusaha Indonesia untuk
membangun kebersamaan visi dan langkah perjuangan membangun karakter dan
kemandirian ekonomi Indonesia
menuju kejayaan bangsa. (Tim)