Jumat, 30 Desember 2011

Tanya Mui, Apa Hukum Ngimpor Barang Yang Sudah Ada Di Sini?



Rembang, 30/12/2011. Gus Mus atau KH. Mustofa Bisri, pengasuh pondok pesanteren Raudatuththolibin, Rembang, setelah diam sejenak tiba-tiba berucap ,". Coba datangi MUI minta mereka mengeluarkan fatwa, apa hukumnya jika kita ngimpor barang-barang yang sudah ada di sini, yang kita bisa buat sendiri?". Gus Mus menuturkan kalimat itu sebagai respon dari uraian perjalanan Gerakan Beli Indonesia yang disampaikan Aswandi As'an, Tim Beli Indonesia yang bertandang menemui kyai "Mata Air" itu. Aswandi datang bersama dua orang Tim Beli Indonesia, Ahmad Nur Sodik dan M. Syubhan. Kedatangan tiga orang ini adalah dalam rangkaian road show Beli Indonesia ke para Kyai pesanteren di sepanjang pantai utara pulau Jawa dan Jawa Timur bagian selatan.

Dengan keadaan Indonesia menjadi pengimpor hampir semua produk pertanian seperti saat ini, Gus Mus mengatakan seharusnya semua pemimpin ummat baik formal dan non formal harus turun tangan. Terlebih para ulama yang memiliki pengaruh untuk mencegah terjadinya arus impor barang secara tidak terkendali. "MUI sebagai lembaganya para ulama jangan sekedar menjadi lembaga label saja, tetapi juga harus bisa melihat hal-hal yang lebih substansial terhadap ekonomi bangsa," tegasnya. Perbincangan Tim Beli Indonesia dengan Gus Mus yang berlangsung sekitar satu jam itu berakhir setelah Aswandi dan kawan-kawan pamit. "Gus, ini ada beberapa buku tentang Beli Indonesia dan buku-buku lain yang kami susun untuk gerakan ini. Dan ini kopi Cordova, salah satu produk yang kami buat untuk menyemangati anak-anak muda kita untuk berbisnis," kata Aswandi sembari menyerahkan bingkisan kepada Gus Mus. Ketiganya kemudian pamit untuk melanjutkan perjalanan menuju Timur ke arah Lasem. 

Di Lasem Tim Beli Indonesia bertemu dengan Gus Qoyyum, pengasuh pesanteren An-nur. Kyai Muda yang memiliki ribuan jemaah ini sempat memimpin doa untuk gerakan Beli Indonesia. "Mudah-mudahan Allah ridho atas semua perjuangan njenengan," katanya usai berdoa. Dari Lasem perjalanan berlanjut ke Tuban. Di sebuah desa nelayan di pinggiran kota Tuban, tim Beli Indonesia bertemu dengan dua orang kader Nahdhatul Ulama yang menjadi penggerak masyarakat pesisir daerah itu. Pertemuan dengan kedua orang ini cukup lama hingga menjelang malam. Bahkan Tim Beli Indonesia baru diijinkan berlalu setelah makan malam terlebih dahulu. Meski baru pertama kali namun pertemuan berlangsung seperti teman lama. "Kalau ke sini lagi akan saya pertemukan dengan beberapa kyai dan tokoh dan ulama yang ada di wilayah ini. Sayang kalau dilewatkan apalagi salah satu misi Beli Indonesia ini untuk membangkitkan ekonomi bangsa ini," kata ustadz Aziz ketika Tim Beli Indonesia berpamitan. 

Menjelang tengah malam tim Beli Indonesia berhenti di Paciran, satu kawasan tempat pesantren Sunan Drajat berada. "Kita bicara besok saja, malam ini biar istirahat dulu saja. Kebetulan saya juga harus memberi ceramah di kampung sebelah," kata KH. Ghofur saat menemui tim di halaman pesanteren itu. Sunan Drajat adalah pesanteren besar dengan 8.000 santri. Kyai Ghofur, pengasuh pesanteren ini mengembangkan beberapa unit usaha untuk membiayai pesanteren ini. Mulai dari pertanian, air dalam kemasan hingga ke mini market. Pertemuan dengan Kyai Ghofur berlangsung hampir setengah hari yang diakhiri dengan makan siang. 

Perjalanan Tim Beli Indonesia berlanjut ke Gresik di pesanteren Maskumambang di kecamatan Dukun. Tim Beli Indonesia bertemu dengan H. Fatihuddin Munawir, dan dewan guru pesanteren itu. H. Fatihuddin sendiri adalah menantu dari KH. Nadjih Ahjad, pengasuh pesanteren Maskumambang. Dari Maskumambang perjalanan berlanjut ke pesanteren Qomaruddin, Bungah, Gresik. Pertemuan dengan KH. Qomaruddin berlangsung di kamar pribadinya. Tahun-tahun terakhir ini Kyai itu hanya berada di tempat tidur karena sakit pada kedua kakinya, meskipun fisiknya terlihat sangat sehat. "Semua aktifitas saya lakukan di sini dengan ditemani anak bungsu saya," katanya tentang kondisinya itu. Di ujung pertemuan yang sangat mengharukan itu, KH. Qomaruddin memanjatkan doa yang diamini oleh Aswandi, Sodik dan Subhan yang duduk mengitari kyai itu. 

Dari Gresik perjalanan langsung menuju Pasuruan ke pesanteren Sidogiri. Di tengah jalan menjelang maghrib, tim berhenti di markas supporter bola Pasuruan dan sekitarnya. Di sebuah mesjid kecil para pimpinan supporter itu duduk mengelilingi meja dengan Alqur'an di depan masing-masing. Mereka sedang menyimak rekannya yang sedang membaca Alqur'an. "Ayo cak gabung nang kene. Iki islam anyar kabeh iki," kata seorang laki-laki kurus dengan tangan bertato begitu melihat Tim Beli Indonesia memasuki beranda mesjid itu. Usai semaan Alqur'an itu, supporter itu menceritakan kegiatan mereka kepada Tim Beli Indonesia sambil menikmati kopi Cordova yang dibawa dari Jakarta.

Pukul 21.20 WIB, tim tiba di kediaman KH. Mahmud Ali Zein, tokoh di balik gerakan ekonomi pesanteren Sidogiri. Dari tangan orang ini pesanteren Sidogiri telah memiliki 34 gerai minimarket kopontren Sidogiri yang tersebar di beberapa kota di Jawa Timur dan memiliki 300 lebih BPR Syariah dengan omset per November 2011 sudah mencapai Rp. 2 triliyun. Gerakan Beli Indonesia di Jawa Timur dan sekitarnya berkembang pesat dari pesanteren ini. Air munum "santri" yang diproduksi oleh pesanteren ini menjadi salah satu produk pelopor gerakan Beli Indonesia. KH. Mahmud Ali Zein sendiri adalah dewan nasional Gerakan Beli Indonesia. Setiap bulan mereka mengirimkan tim trainer ke beberapa daerah yang ingin mengembangkan lembaga keuangan syariah. "Semua bermula dari niat para ustadz pesanteren ini untuk membebaskan para pedagang dari jeratan para rentenir," kata H. Mahmud. 

Dari Pasuruan perjalanan melaju ke arah Malang, Blitar, Kediri, Nganjuk, Madiun, Jogjakarta, Pekalongan dan Cirebon. Sama seperti kota-kota lain setiap kota yang disinggahi tim bertemu dengan para tokoh alim ulama untuk memperbincangkan tentang semangat Beli Indonesia. (AA).

Selasa, 20 Desember 2011

Indonesia Membutuhkan Pemimpin Kuat Berkarakter


Bandung,20/12/2011. Sebagai sebuah negara Indonesia sudah memiliki segalanya. undang-undang dan kelengkapan hukum lainnya sudah lama tersedia. Kekayaan alam sebagai modal membangun kekayaan dan kesejahteraan nyaris tidak ada duanya di dunia. Letak geografisnya sangat stragis yang ditopang oleh iklim yang kondusif untuk produktifitas ditambah dengan jumlah penduduknya yang besar. Namun semua itu belum membuat bangsa ini bangkit menjadi bangsa besar yang akan menjadi pusat peradaban dunia. Mengapa? Karena ternyata ada satu yang kurang, yakni Pemimpin Kuat yang berkarakter. Itulah kesimpulan dari Roundtable Discussion PPAD (Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat) dengan Gerakan Beli Indonesia Sealasa siang di Bandung, Jawa Barat. Selain para purnawiraan TNI angkatan darat dan pengusaha yang tergabung dalam Gerakan Beli Indonesia, forum juga dihadiri juga oleh sejumlah tokoh dari berbagai kalangan seperti Prof. DR. Syafii Maarif, Hajrianto Thohari (Golkar/ Wk. Ketua MPR), DR. Andreas Pareira (PDIP), dr. Zainal Abidin (IDI), Ahmad Dolly Kurnia (KNPI), Parlindungan (PMKRI), August Parengkuan (mantan Pemred HU Kompas) dan lain-lain.

Kiki Syahnakri, pengurus PPAD pusat mengatakan saat ini tim PPAD sedang merumuskan semacam blue print tentang konsep menjalankan negara. "Rumusan itu akan kami berikan kepada pemimpin yang segaris yang kami anggap dapat memimpin negeri ini," katanya. Hanya saja sampai sekarang menurut Kiki pihaknya belum menemukan sosok calon pemimpin yang dimaksud. Diskusi yang berlangsung di gedung Indonesia Menggugat itu dibuka dengan Monolog "Indonesia Menggugat" oleh seniman Bandung Wawan Shofwan yakni pledoi Soekarno di depan hakim ketika dia dituduh sebagai pemberontak oleh pemerintah kolonial Belanda. Letjend TNI Soeryadi, ketua umum PPAD Pusat memberikan sambutan yang dilanjutkan dengan pemaparan Gerakan Beli Indonesia oleh Ir. H. Heppy Trenggono, Mkom. 

Prof. Syafii Maarif sebagai orang pertama untuk menyampaikan pandangan menyatakan kekhawatirannya tentang dominasi asing di Indonesia. Banyak sektor-sektor strategis yang sudah dikuasai dan dikendalikan asing, "Saya khawatir Indonesia akan menjadi budak di negeri sendiri," katanya. Maka menurutnya thema Konsolidasi Keindonesiaan, membebaskan bangsa dari perbudakan adalah sebuah topik yang tajam dengan melihat kondisi Indonesia saat ini. Beli Indonesia, di mata mantan Ketua Umum PP Muhammadyah ini adalah sebuah gerakan yang tepat untuk konsolidasi karena Indonesia dalam posisi yang sangat berbahaya dengan maraknya konflik social di tingkat grass root maupun di tingkat elit. Menurut Buya, sebuah gerakan harus otentik dan perlu orang-orang yang berani untuk menggerakkannya. "Mudah-mudahan kita bisa mempercepat jalannya sejarah," katanya penuh harap. 

Sementara politisi Golkar yang juga Wakil Ketua MPR, Hajrianto Thahari mempertanyakan tentang paradok di negeri ini. Ketika infra struktur dan UU anti korupsi semakin lengkap tetapi korupsi justru semakin marak. Pemilu makin demokratis tetapi banyak yang menyangsikan hasil pemilu itu sendiri. Hajrianto mengatakan banyaknya pihak-pihak yang mengambil keuntungan secara pribadi dan kelompok di tengah liberaliasi ekonomi dan politik. Pada saat yang sama banyak pula yang kecewa dengan penyelenggaraan negara seperti ini. "Perlu ada pribumisasi demokrasi agar semua yang berjalan cocok dan sesuai dengan akar budaya bangsa kita," katanya. Untuk itu semua perlu ada sosok yang dapat menjalankannya yang tidak sekedar menjabat tetapi juga memimpin.

Ahmad Dolly Kurnia dari KNPI menyorot tentang kepemimpinan saat ini. Menurutnya sebagian besar elit negeri ini hari ini lebih terampil untuk berkuasa daripada memimpin. Untuk kepentingan kekuasaan itu para elit akan melakukan cara apapun untuk berkuasa. Orientasi pada kekuasaan juga dapat dilihat pada kegagalan elit negeri ini untuk proses regenerasi kepemimpinan. "Saat kita sulit menemukan sosok muda yang memiliki kecakapan leadership sebagai akibat dari proses yang dijalankan oleh generasi sebelum ini," ungkap Dolly. Padahal untuk kondisi saat ini sosok itu sangat dibutuhkan karena masalah yang melilit negeri ini demikian luar biasa. 

Dalam pandangan akhirnya menanggapi dinamika forum itu, Pemimpin Gerakan Beli Indonesia, Heppy Trenggono mengatakan bahwa banyak hal yang bisa terjadi di China, Jepang, Singapura dan lain-lain namun tidak bisa berjalan di Indonesia. Jika harus belajar dari negara lain membangun negara, menurutnya Indonesia bisa belajar dari negara-negara yang telah lebih dulu bangkit membangun negaranya. "Strategi sukses apapun yang ternyata sukses di tangan orang lain tetapi tidak berjalan di Indonesia karena ada satu hal yang tidak dimiliki oleh bangsa ini, yakni karakter, karakter dan karakter," katanya. Sayangnya menurut Heppy, hari ini bangsa Indonesia terseret kepada logika pembangunan merek daripada pembangunan karakter. Dengan kekayaan alam yang melimpah dan infrastruktur hukum dan social yang lengkap namun semua strategi tidak berjalan. Menurutnya, sebagaimana bangsa besar lainnya yang berubah oleh karena satu orang maka Indonesia juga bisa berubah oleh satu orang. Orang itu adalah pemimpin kuat yang berkarakter. (AA)