Selasa, 20 Desember 2011

Indonesia Membutuhkan Pemimpin Kuat Berkarakter


Bandung,20/12/2011. Sebagai sebuah negara Indonesia sudah memiliki segalanya. undang-undang dan kelengkapan hukum lainnya sudah lama tersedia. Kekayaan alam sebagai modal membangun kekayaan dan kesejahteraan nyaris tidak ada duanya di dunia. Letak geografisnya sangat stragis yang ditopang oleh iklim yang kondusif untuk produktifitas ditambah dengan jumlah penduduknya yang besar. Namun semua itu belum membuat bangsa ini bangkit menjadi bangsa besar yang akan menjadi pusat peradaban dunia. Mengapa? Karena ternyata ada satu yang kurang, yakni Pemimpin Kuat yang berkarakter. Itulah kesimpulan dari Roundtable Discussion PPAD (Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat) dengan Gerakan Beli Indonesia Sealasa siang di Bandung, Jawa Barat. Selain para purnawiraan TNI angkatan darat dan pengusaha yang tergabung dalam Gerakan Beli Indonesia, forum juga dihadiri juga oleh sejumlah tokoh dari berbagai kalangan seperti Prof. DR. Syafii Maarif, Hajrianto Thohari (Golkar/ Wk. Ketua MPR), DR. Andreas Pareira (PDIP), dr. Zainal Abidin (IDI), Ahmad Dolly Kurnia (KNPI), Parlindungan (PMKRI), August Parengkuan (mantan Pemred HU Kompas) dan lain-lain.

Kiki Syahnakri, pengurus PPAD pusat mengatakan saat ini tim PPAD sedang merumuskan semacam blue print tentang konsep menjalankan negara. "Rumusan itu akan kami berikan kepada pemimpin yang segaris yang kami anggap dapat memimpin negeri ini," katanya. Hanya saja sampai sekarang menurut Kiki pihaknya belum menemukan sosok calon pemimpin yang dimaksud. Diskusi yang berlangsung di gedung Indonesia Menggugat itu dibuka dengan Monolog "Indonesia Menggugat" oleh seniman Bandung Wawan Shofwan yakni pledoi Soekarno di depan hakim ketika dia dituduh sebagai pemberontak oleh pemerintah kolonial Belanda. Letjend TNI Soeryadi, ketua umum PPAD Pusat memberikan sambutan yang dilanjutkan dengan pemaparan Gerakan Beli Indonesia oleh Ir. H. Heppy Trenggono, Mkom. 

Prof. Syafii Maarif sebagai orang pertama untuk menyampaikan pandangan menyatakan kekhawatirannya tentang dominasi asing di Indonesia. Banyak sektor-sektor strategis yang sudah dikuasai dan dikendalikan asing, "Saya khawatir Indonesia akan menjadi budak di negeri sendiri," katanya. Maka menurutnya thema Konsolidasi Keindonesiaan, membebaskan bangsa dari perbudakan adalah sebuah topik yang tajam dengan melihat kondisi Indonesia saat ini. Beli Indonesia, di mata mantan Ketua Umum PP Muhammadyah ini adalah sebuah gerakan yang tepat untuk konsolidasi karena Indonesia dalam posisi yang sangat berbahaya dengan maraknya konflik social di tingkat grass root maupun di tingkat elit. Menurut Buya, sebuah gerakan harus otentik dan perlu orang-orang yang berani untuk menggerakkannya. "Mudah-mudahan kita bisa mempercepat jalannya sejarah," katanya penuh harap. 

Sementara politisi Golkar yang juga Wakil Ketua MPR, Hajrianto Thahari mempertanyakan tentang paradok di negeri ini. Ketika infra struktur dan UU anti korupsi semakin lengkap tetapi korupsi justru semakin marak. Pemilu makin demokratis tetapi banyak yang menyangsikan hasil pemilu itu sendiri. Hajrianto mengatakan banyaknya pihak-pihak yang mengambil keuntungan secara pribadi dan kelompok di tengah liberaliasi ekonomi dan politik. Pada saat yang sama banyak pula yang kecewa dengan penyelenggaraan negara seperti ini. "Perlu ada pribumisasi demokrasi agar semua yang berjalan cocok dan sesuai dengan akar budaya bangsa kita," katanya. Untuk itu semua perlu ada sosok yang dapat menjalankannya yang tidak sekedar menjabat tetapi juga memimpin.

Ahmad Dolly Kurnia dari KNPI menyorot tentang kepemimpinan saat ini. Menurutnya sebagian besar elit negeri ini hari ini lebih terampil untuk berkuasa daripada memimpin. Untuk kepentingan kekuasaan itu para elit akan melakukan cara apapun untuk berkuasa. Orientasi pada kekuasaan juga dapat dilihat pada kegagalan elit negeri ini untuk proses regenerasi kepemimpinan. "Saat kita sulit menemukan sosok muda yang memiliki kecakapan leadership sebagai akibat dari proses yang dijalankan oleh generasi sebelum ini," ungkap Dolly. Padahal untuk kondisi saat ini sosok itu sangat dibutuhkan karena masalah yang melilit negeri ini demikian luar biasa. 

Dalam pandangan akhirnya menanggapi dinamika forum itu, Pemimpin Gerakan Beli Indonesia, Heppy Trenggono mengatakan bahwa banyak hal yang bisa terjadi di China, Jepang, Singapura dan lain-lain namun tidak bisa berjalan di Indonesia. Jika harus belajar dari negara lain membangun negara, menurutnya Indonesia bisa belajar dari negara-negara yang telah lebih dulu bangkit membangun negaranya. "Strategi sukses apapun yang ternyata sukses di tangan orang lain tetapi tidak berjalan di Indonesia karena ada satu hal yang tidak dimiliki oleh bangsa ini, yakni karakter, karakter dan karakter," katanya. Sayangnya menurut Heppy, hari ini bangsa Indonesia terseret kepada logika pembangunan merek daripada pembangunan karakter. Dengan kekayaan alam yang melimpah dan infrastruktur hukum dan social yang lengkap namun semua strategi tidak berjalan. Menurutnya, sebagaimana bangsa besar lainnya yang berubah oleh karena satu orang maka Indonesia juga bisa berubah oleh satu orang. Orang itu adalah pemimpin kuat yang berkarakter. (AA) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar